Arsip Bulanan: Oktober 2014

Perampokan Rp 11 Triliun Di Telkom dan Mitratel Oleh Arief Yahya Cs

Korupsi Direksi Telkom Dengan Modus Akusisi Saham Minoritas TBIG

1. PT Telkom Indonesia Tbk dan PT Tower Bersama Infrastructure (TBIG), Tbk pada tanggal 10 Oktober 2014 menandatangani perjanjian pertukaran saham (swap).

2. Telkom akan memperoleh saham di TBIG melalui penerbitan saham baru, dengan menukarkan saham Telkom di PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel).

3. Telkom akan mendapatkan 13,7% Saham TBIG sebagai bentuk pembayaran atas 100% sama Mitratel yang dibeli TBIG dari Telkom.

4. Total nilai transaksi atas swap (tukar guling saham) Mitratel (100%) dengan TBIG (13,7%) adalah Rp. 11 triliun atau setara US$ 904 juta.

5. Pada tahap awal, Telkom menyerahkan 49% saham Mitratel kepada TBIG yang dibayar TBIG dengan 290 juta saham baru TBIG atau 5,7% dari 100% saham TBIG.

6. Penyerahan saham 49% Mitratel disertai dengan hak pengelolaan managemen Mitratel kepada TBIG.

7. Dalam dua tahun TBIG punya opsi untuk membeli 51% sisa saham Mitratel dengan pembayaran melalui 8% saham baru TBIG.

8. Telkom mendapat potensi pendapatan Rp 1,7 triliun dalam dua tahun ke depan bila Mitratel mencapai syarat-syarat tertentu yang sudah ditetapkan.

Indikasi korupsi pada transaksi akuisisi Telkom – TBIG

1. Mitratel yang bergerak di bisnis infrastruktur telekomunikasi adalah anak perusahaan Telkom yang sangat strategis menopang kelangsungan dan kinerja Telkom dan Telkomsel.

2. Mitratel adalah ‘back bone company’ Telkom yang menurut rencana strategis dan disudah ditetapkan dalam bussiness plan Telkom dan Mitratel akan didorong menjadi perusahaan terbesar dan market leader di Indonesia dan ASEAN di sektor infrastruktur telekomunikasi.

3. Usaha untuk mewujudkan Mitratel menjadi perusahaan terbesar di bidangnya, sudah ditetapkan managemen Telkom pada 2011 lalu, yaitu :

– melalui penambahan modal dan ekuitas dari Telkom (holding company) sebesar Rp 2 Triliun.

– melalui pelaksanaan Initial Public Offering (IPO) sekitar 20% saham Mitratel
– melalui penambahan modal investasi dan pengembangan usaha dari dana kredit perbankan nasional.

– melalui pelimpahan/penyerahan 20.000 menara BTS milik Telkom dan Telkomsel secara bertahap hingga 2014. Sehingga pada akhir 2014 Mitratel akan mengelola 25.000 menara BTS dan menjadi terbesar di sektor bisnis infrastuktur menara.

– melalui akuisisi perusahaan sejenis.

4. Namun kenyataannya, rencana strategis Mitratel pada point 3 di atas GAGAL direalisasikan, disebabkan oleh pergantian secara mendadak direksi Telkom pada 11 Mei 2012, persis saat Mitratel akan melakukan IPO (go publik). Arief Yahya Direktur EWS Telkom ditunjuk menjadi Dirut Telkom dan enam direksi lain dicopot, kecuali Indra Utoyo.

5. Pergantian mendadak direksi Telkom pada 11 Mei 2012 itu terkait erat dengan rencana IPO Mitratel, di mana IPO Mitratel akan memuluskan Mitratel menjadi market leader di sektor infrastuktur menara, namun di sisi lain akan mengancam kelangsungan hidup dan pertumbuhan kompetitornya, dalam hal ini PT TBIG.

6. Pada tahun 2011 Mitratel memiliki 3.391 unit site yang menempatkan perusahaan ini ke dalam 3 besar perusahaan tower provider di Indonesia.

7. Perbandingan indikator lain Mitratel dan TBIG pada 2011 sebagai berikut :

– Pendapatan : Mitratel Rp. 746 miliar – TBIG Rp. 970 miliar

– Laba bersih : Mitratel Rp. 184 miliar – TBIG Rp 411 miliar

– Jumlah tenant : Mitratel 8.548 tenants – TBIG 12.547 tenants

– Telcom site : Mitratel 3.391 unit – TBIG 7.924 unit

Dari indikator pertumbuhan, Mitratel mencatat kinerja sangat mengesankan:

– Pertumbuhan pendapatan 473% dibandingkan 2011

– Laba bersih Rp 183,96 miliar naik lebih 2000%

– Peningkatan pemasaran sebesar 420% dibanding tahun 2011

– Peningkatan alat produksi sampai akhir tahun 2011 memiliki 8.548 tenant

– Pendapatan Mitratel Rp 746,66 miliar.

8. TBIG pada tahun 2012 mencatat kinerja yang luar biasa, dimana pendapatan naik dari Rp 970 miliar menjadi Rp 1.7 triliun, aset dari Rp 6 Triliun menjadi Rp 14 triliun, dan kapitalisasi saham naik menjadi Rp 28 triliun dari sebelumnya hanya Rp 10 triliun.

Harga saham TBIG melonjak dari kisaran Rp 2200-2400 menjadi Rp 6.000 per saham.

Penyebabnya ? Kebijakan direksi PT Telkom yang baru.

Terkait kesepakatan Telkom dan TBIG melakukan tukar guling saham pada 10 Oktober 2014 lalu, nilai saham TBIG langsung meroket menjadi Rp 8,500 per saham atau naik Rp 2.500 per saham dari harga Rp.6000 per saham pada akhir 2013 lalu.

9. Pada tahun 2012 kontribusi PT Telkom Indonesia Tbk dan PT Telkomsel terhadap bisnis TBIG melonjak menjadi 41% dan tahun 2013 menjadi 48,4%.

10. Direksi Telkom yang baru, Arief Yahya terbukti telah mengerdilkan MitrateL dan sebaliknya membesarkan kompetitor Mitratel, yakni TBIG. KKN Arief Yahya itu melanggar keputusan RUPS dan hasil rapat Direksi Telkom pada tanggal 18 Mei 2010 yang menyatakan: “…management tower services atas Tower Telkom Group agar sesegera mungkin dilakukan kepada Mitratel…”.

11. Pada 4 Agustus 2010 Dirut Telkom Rinaldi Firmansyah menegaskan pihaknya hanya tinggal menunggu persetujuan pemegang saham minoritas PT Telkomsel untuk menyerahkan pengelolalaan seluruh menara Telkomsel kepada Mitratel. Telkomsel diketahui saat ini memiliki sekitar 40.000 menara BTS.

Pada tanggal yang sama, Direksi Telkom mengatakan akan menyerahkan pengelolaan seluruh menara Flexi kepada Mitratel.

12. Semua rencana strategis terhadap Mitratel ini batal dilaksanakan, disebabkan KKN antara Direksi Telkom Cq Arief Yahya dengan Wahyu Sakti Trenggono pemilik saham mayoritas TBIG.

Kronologis KKN Arief Yahya dan Wahyu Sakti Trenggono

– Keputusan Direksi Telkom mewujudkan Mitratel menjadi perusahaan terbesar di bidang infrastruktur menara melalui IPO, Suntikan Modal, Kredit Bank, Akuisisi dan pelimpahan pengelolaaan seluruh menara Grup Telkom secara bertahap pada RUPS tahun 2012 lalu, menyebabkan kepanikan manajemen dan pemilik TBIG.

WST melakukan pendekatan intensif terhadap menko hatta rajasa, dan melancarkan bujuk rayu agar Hatta Rajasa bersedia mengganti direksi Telkom yang baru saja diperpanjang masa jabatannya untuk 5 tahun kedua.

Untuk memuluskan rencana penggantian direksi Telkom tersebut, uang muka proyek MPLIK dari BP3TI Kemenkominfo Rp 28,5 miliar dikorupsi Arief Yahya melalui PT Geosys Alexindo, perusahaan abal-abal yang ditunjuk menjadi rekanan PT Telkom Indonesia sebagai sub kontraktor MPLIK secara melanggar hukum dan melanggar prosedur.

Dari uang Rp 28.5 miliar itu, diduga Rp 14 miliar diserahkan sebagai suap kepada Menteri BUMN Dahlan Iskan melalui Budi Rahman Hakim dan Rp 14,5 miliar diserahkan kepada sebagai suap kepada Hatta Rajasa melalui John Erizal Bendahara Umum PAN.

Hingga kini kasus korupsi MPLIK di Telkom yang melibatkan Arief Yahya (Direktur EWS), Abdus Somad (VP EWS), Alex J Sinaga (Direktur Utama PT Pramindo Ikat Nusantara) tidak kunjung dituntaskan kejaksaan agung. Padahal, sejak Desember 2013 dan Januari 2014 lalu, Jaksa Agung dan Jampidsus sudah bertekad akan menjemput paksa Arief Yahya cs yang mangkir dari panggilan penyidik kejagung untuk kedua kalinya.

Penyidik dan petinggi kejaksaan Agung di duga telah menerima suap guna mengamankan atau memetieskan dugaan korupsi ini.